Patut Dicontoh, Anggota Polisi di Purwakarta Dirikan Pondok Pesantren untuk Anak Yatim-Dhuafa
Budiman tidak hanya dikenal sebagai seorang polisi, namun juga dikenal sebagai sosok guru ngaji di Pondok Pesantren Madinah Darul Barokah Lodaya.
Pesantren miliknya itu berada di Kampung Dandeur RT/RW 05/02, Desa Dangdeur, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta. Polisi berpangkat Aiptu ini melakoni profesi guru ngaji selepas bertugas sebagai pengayom masyarakat.
Budiman mendirikan pondok pesantren bermula saat dirinya pindah tugas dari Polda Jabar ke Polres Purwakarta pada 2010.
Saat itu, Budiman menemui teman lamanya di Desa Dangdeu, Kecamatan Bungursari, dengan niat menanyakan uang yang sebelumnya dipinjam sambil mengabari kepindahannya ke Purwakarta. "Awalnya saya menanyakan uang dan minta tolong untuk mencarikan kontrakan sebagai tempat tinggal, namun teman saya itu malah ngajak membuat saung sebagai tempat tinggal di sini (saat ini menjadi pondok pesantren)," kata polisi yang saat ini bertugas di Polsek Bungursari itu, Rabu (1/7/2020). Namun ia mengaku bingung karena belum memiliki lahan di wilayah Purwakarta.
"Ternyata uang saya itu telah dibelikan sebidang tanah ini, dan teman saya itu mengajak mendirikan pesantren, namun saya menolak karena tidak memiliki ilmu lebih," ujar dia.
Seiring berjalannya waktu, Budiman mengaku mendapat hidayah untuk memperdalam ilmu agama. Setelah itu pondok pesantren dengan bangunan seadanya pada waktu itu bisa didirikan. "Saya adalah santri pertama di pondok pesantren ini," ucap dia. Budiman bercerita, untuk mendirikan pesantren tidak mudah.
Mesti melewati lika-liku yang berat, salah satunya karena sempat ada aksi pengrusakan dari orang tak dikenal lantaran pesantrennya dianggap menganut paham sesat.
Peristiwa menyesakkan itu terjadi 2012 silam. Sejak peristiwa itu, Budiman bertekad ingin membuktikan jika dirinya benar-benar ingin mendirikan pondok pesantren. "Saya minta restu dan doa kepada istri dan orangtua. Alhamdulillah atas izin Allah Swt, pondok pesantren ini berdiri," ujar pria akrab disapa abah itu. Saat ini sudah terdapat ratusan santri dari berbagai daerah yang mondok di pesantrennya.
Seiring waktu di tempat ini, tak hanya berdiri pondok pesantren, Budiman juga mendirikan sekolah tsanawiyah dan aliyah. Luas lahan tempat berdiri sekolah-sekolah agama ini sampai 6.000 meter.
"Sebagian besar santri di sini adalah anak yatim di berbagai berbagai daerah seperti Karawang, Cirebon, Bogor, Bekasi, Bandung, hingga Banten. Mulai dari makan hingga biaya sekolah saya gratiskan," kata Budiman. Salah seorang santrinya, Muhammad Raihan (12) asal dari Cikampek, Karawang, mengaku betah menimba ilmu di pesantren milik Abah Budiman.
Raihan sendiri merupakan seorang yatim piatu. Ia ditinggal orang tuanya saat masih berusia 9 tahun. Dia mengatakan, sudah tiga tahun menimba ilmu bersama teman-temannya di pondok ini. "Jarang pulang sih. Saya ke sini saja dahulu diantar paman.
Alhamdulillah mengaji di sini belajar berbagai kitab kuning dan merasa nyaman tinggal di sini," ujar dia. Terpisah, Kapolsek Bungursari Kompol Agus Wahyudin membenarkan bahwa Budiman merupakan anggota polseknya. Menurutnya,
Budiman merupakan sosok anggota polisi yang disiplin dan profesional. "Kinerjanya alhamdulillah bagus. Dia juga tak pernah lupa akan tugas profesionalnya meski miliki pondok pesantren.
Dari tingkat Polda Jabar, Polres Purwakarta, hingga kami di Polsek Bungursari sangat mengapresiasi karena dia seorang anggota Polri tingkat bintara telah mampu membangun pesantren yang santrinya dari dhuafa dan yatim," katanya. Ia pun berharap, apa yang diperbuat oleh Budiman bisa dicontoh oleh anggota polisi lainnya.
Pesantren miliknya itu berada di Kampung Dandeur RT/RW 05/02, Desa Dangdeur, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta. Polisi berpangkat Aiptu ini melakoni profesi guru ngaji selepas bertugas sebagai pengayom masyarakat.
Budiman mendirikan pondok pesantren bermula saat dirinya pindah tugas dari Polda Jabar ke Polres Purwakarta pada 2010.
Saat itu, Budiman menemui teman lamanya di Desa Dangdeu, Kecamatan Bungursari, dengan niat menanyakan uang yang sebelumnya dipinjam sambil mengabari kepindahannya ke Purwakarta. "Awalnya saya menanyakan uang dan minta tolong untuk mencarikan kontrakan sebagai tempat tinggal, namun teman saya itu malah ngajak membuat saung sebagai tempat tinggal di sini (saat ini menjadi pondok pesantren)," kata polisi yang saat ini bertugas di Polsek Bungursari itu, Rabu (1/7/2020). Namun ia mengaku bingung karena belum memiliki lahan di wilayah Purwakarta.
"Ternyata uang saya itu telah dibelikan sebidang tanah ini, dan teman saya itu mengajak mendirikan pesantren, namun saya menolak karena tidak memiliki ilmu lebih," ujar dia.
Seiring berjalannya waktu, Budiman mengaku mendapat hidayah untuk memperdalam ilmu agama. Setelah itu pondok pesantren dengan bangunan seadanya pada waktu itu bisa didirikan. "Saya adalah santri pertama di pondok pesantren ini," ucap dia. Budiman bercerita, untuk mendirikan pesantren tidak mudah.
Mesti melewati lika-liku yang berat, salah satunya karena sempat ada aksi pengrusakan dari orang tak dikenal lantaran pesantrennya dianggap menganut paham sesat.
Peristiwa menyesakkan itu terjadi 2012 silam. Sejak peristiwa itu, Budiman bertekad ingin membuktikan jika dirinya benar-benar ingin mendirikan pondok pesantren. "Saya minta restu dan doa kepada istri dan orangtua. Alhamdulillah atas izin Allah Swt, pondok pesantren ini berdiri," ujar pria akrab disapa abah itu. Saat ini sudah terdapat ratusan santri dari berbagai daerah yang mondok di pesantrennya.
Seiring waktu di tempat ini, tak hanya berdiri pondok pesantren, Budiman juga mendirikan sekolah tsanawiyah dan aliyah. Luas lahan tempat berdiri sekolah-sekolah agama ini sampai 6.000 meter.
"Sebagian besar santri di sini adalah anak yatim di berbagai berbagai daerah seperti Karawang, Cirebon, Bogor, Bekasi, Bandung, hingga Banten. Mulai dari makan hingga biaya sekolah saya gratiskan," kata Budiman. Salah seorang santrinya, Muhammad Raihan (12) asal dari Cikampek, Karawang, mengaku betah menimba ilmu di pesantren milik Abah Budiman.
Raihan sendiri merupakan seorang yatim piatu. Ia ditinggal orang tuanya saat masih berusia 9 tahun. Dia mengatakan, sudah tiga tahun menimba ilmu bersama teman-temannya di pondok ini. "Jarang pulang sih. Saya ke sini saja dahulu diantar paman.
Alhamdulillah mengaji di sini belajar berbagai kitab kuning dan merasa nyaman tinggal di sini," ujar dia. Terpisah, Kapolsek Bungursari Kompol Agus Wahyudin membenarkan bahwa Budiman merupakan anggota polseknya. Menurutnya,
Budiman merupakan sosok anggota polisi yang disiplin dan profesional. "Kinerjanya alhamdulillah bagus. Dia juga tak pernah lupa akan tugas profesionalnya meski miliki pondok pesantren.
Dari tingkat Polda Jabar, Polres Purwakarta, hingga kami di Polsek Bungursari sangat mengapresiasi karena dia seorang anggota Polri tingkat bintara telah mampu membangun pesantren yang santrinya dari dhuafa dan yatim," katanya. Ia pun berharap, apa yang diperbuat oleh Budiman bisa dicontoh oleh anggota polisi lainnya.